Malang - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar Workshop Penyusunan dan Pemanfaatan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) Senin (5/8/2024) di Balai Diklat KKB Malang.
Hal ini dilatarbelakangi permasalahan kependudukan di Indonesia yang sedemikian kompleks dan cenderung jangka panjang. Grand Design Pembangunan Kependudukan diperlukan untuk menjadi landasan penanganan persoalan kependudukan yang terencana, sistematis, dan berkesinambungan.
"Dengan Grand Design Pembangunan Kependudukan tersebut, maka mengatasi permasalahan kependudukan dilakukan secara terintegrasi dan bersinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lintas sektor antar kementerian/lembaga, " ungkap Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dr Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat gelar konferensi pers.
Dijelaskan bahwa kebijakan untuk mengintegrasikan pembangunan kependudukan dan perencanaan pembangunan telah dimandatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan. Ini mencakup lima pilar pembangunan kependudukan, yaitu: a) pengendalian kuantitas penduduk, b) peningkatan kualitas penduduk, c) pembangunan keluarga, d) penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk, dan e) penataan administrasi kependudukan.
"Perpres ini bertujuan untuk membantu daerah agar mampu menyusun GDPK yang mengintegrasikan pembangunan dan kependudukan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, " sambungnya.
Dalam pelaksanaan GDPK semestinya terkoordinasi, terintegrasi, dan terpadu dalam satu kesatuan. Namun, dalam perjalanannya, pemerintah daerah dalam pelaksanaan penyusunan dan pemanfaatan GDPK kurang memenuhi harapan dan belum optimal dikarenakan berbagai permasalahan diantaranya sebagai berikut:
Pertama, keterbatasan kemampuan dan pengetahuan SDM pemerintah daerah untuk menyusun GDPK secara lengkap dengan kelima pilarnya. Banyak daerah yang belum memahami bahwa pembangunan kependudukan itu menyangkut dan berintegrasi lintas sektor, sehingga masih terdapat daerah yang menyusun GDPK yang tidak mencakup keseluruhan pilar GDPK.
Kedua, oversimplifikasi dalam penyusunan GDPK sehingga dokumen GDPK yang disusun antar daerah hampir sama isinya. Setiap daerah seharusnya memiliki karakteristik dan persoalan kependudukan yang berbeda-beda, sehingga tentunya GDPK yang disusun seharusnya dapat menggambarkan persoalan dan karakteristik setiap daerah.
Ketiga, output GDPK seperti visi misi rencana strategis dan roadmap pembangunan kependudukan berkelanjutan masih belum mampu didefinisikan dengan baik dalam dokumen GDPK daerah.
Keempat, kemampuan pemerintah daerah dalam mengkolaborasi lintas sektor terkait untuk menyusun GDPK secara lengkap (5 pilar) menjadi tantangan saat ini.
Kelima, terdapat pemerintah daerah yang telah menyusun GDPK, namun dokumen GDPK tersebut belum/tidak dimanfaatkan sebagai salah satu dasar dalam perencanaan pembangunan daerah yaitu Rencana Pembangunanan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Hal ini disebabkan oleh pemerintah daerah yang belum memahami pemanfaatan GDPK, serta kurangnya komitmen pemerintah daerah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, kata Boni, maka perlu diselenggarakan Workshop penyusunan dan pemanfaatan GDPK bagi pemerintah daerah.
"Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan SDM pemerintah daerah dalam penyusunan dan pemanfaatan GDPK, " tegasnya.
Sementara Kaper BKKBN Jatim Maria Ernawati yang saat itu mendampingi, menambahkan bahwa peserta workshop terdiri dari berbagai daerah yang belum dan sedang menyusun GDPK, antara lain dari wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.
Isu integrasi GDPK ke dalam dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJP Daerah (RPJPD) merupakan langkah strategis dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.
"Melalui RPJPD yang komprehensif, diharapkan setiap daerah mampu menyusun rencana pembangunan yang tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, pembangunan keluarga, serta penataan persebaran dan mobilitas penduduk. Dengan demikian, pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dapat tercapai, mendukung Indonesia untuk menjadi negara maju dan sejahtera pada tahun 2045, " jelasnya.
Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, pembangunan kependudukan harus dijadikan prioritas utama dalam kebijakan nasional. Ini termasuk memastikan akses yang merata terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja bagi seluruh penduduk Indonesia.
Selain itu, perlu adanya penguatan pada sektor keluarga melalui program-program yang mendukung ketahanan keluarga dan kesejahteraan anak. Semua ini harus didukung oleh data kependudukan yang akurat dan sistem administrasi yang efektif, sehingga setiap langkah yang diambil dapat tepat sasaran dan berkelanjutan.
Workshop ini tidak hanya menjadi ajang untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pemerintah daerah dalam menyusun GDPK, tetapi juga sebagai forum untuk bertukar pengalaman dan praktik terbaik antar daerah.
"Melalui kolaborasi ini, diharapkan lahir inovasi-inovasi baru dalam pembangunan kependudukan yang dapat diaplikasikan di berbagai wilayah, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing. Dengan demikian, target-target pembangunan kependudukan dapat tercapai lebih cepat dan efektif, serta berkontribusi langsung pada terwujudnya visi Indonesia Emas 2045, " tegasnya.@Red.